Breaking News

Mencoba memahami Cara Melihat Rukyatul Hilal dan Hisab


Di dorong rasa ingin tahu, dan telah terjadi fenomena perbedaan penentuan Rukyatul hilal dan Rukyatul Hisab yang terjadi saat penentuan awal 1 Syawal 1444 H, menjadi latar belakang ditulisnya artikel ini.

Sebuah tantangan berat, menjelaskan dengan kata kata, sebuah penjelasan yang sebenarnya lebih mudah di pahami jika di buat ilustrasi gambar.

Mudah mudahan, tulisan ini bisa di pahami dan bisa memberikan penjelasan cara menentukan rukyat hilal (Melihat bulan sabit muda/ awal bulan 1 Syawal 1444H)

Untuk memahaminya, kita perlu tahu dan bayangkan sebuah alat yang bernama *Theodolite* , alat ini biasanya di pakai teman-teman dari Teknik Sipil atau Geodesi dalam mengukur ketinggian tanah.

Alat itu,katakan mirip teropong, yang di topang Tripod (Seperti Kaki 3 kamera). Teropong ini bisa di gerakan keatas atau kebawah (Mendongak ke atas atau ke bawah). Ketika pandangan mata kita dengan teropong itu memandang lurus ke depan, maka akan terlihat garis *Horizon*, untuk lebih mudahnya, coba bayangkan laut yang terlihat garis datar, itulah horizon.

Dalam *Theodolite* , garis *Horizon* di tandai dengan 0° (Nol Derajat)
Jika Teropong *Theodolite* itu di dongkakkan ke atas, maka setiap gerakan ke atas nya akan membaca, berapa derajat yang di hitung dari *Horizon* tadi.

Kita analogikan, jika kita sedang duduk di posisi driver sebuah mobil, maka pandangan mata kita yang lurus ke depan melihat ujung kap mesin mobil, itulah analogi 0° (Horizon)

Jika kap mesin di buka, maka posisi ujung kap mesin akan bergerak ke angka 1°, lalu 2°, lalu 3° dan seterusnya.

Nah setelah memahami cara kerja *Theodolite* itu, kini mari kita bayangkan kita sedang melihat laut luas, yang terlihat garis datar, yang membentang sebagai *Horizon*

Lalu dari atas langit, sekitar habis Ashar (Sore hari pukul 16.00), kita akan melihat dengan teropong, adanya pergerakan Matahari dan Bulan di langit.

Matahari dan Bulan akan berada di posisi sejajar dengan garis horizon, dan posisinya masih jauh di atas langit, sebagai posisi awal kita mulai mengamati *Rukyatul Hilal*

Posisi Sejajar Matahari dan Bulan di atas Horizon itu di sebut *IJTIMA* atau *CONJUNCTION*

Dari posisi sejajar itu, kedua nya ( Matahari dan Bulan) akan bergerak menuju Horizon, (bergerak ke bawah)yang kita kenal dengan sebutan terbenam nya Matahari di ufuk barat.

Setiap jam nya, dari atas langit menuju Horizon itu akan membentuk 0,5°
(Ingat kap mesin yang terbuka, menuju tertutup, makin lama derajat nya makin mengecil, setiap jam akan turun 0,5°)

Dan ketika magrib tiba, maka Matahari akan tenggelam, namun biasanya bulan masih berada di atas horizon *(Inilah ketetapan Allah, bahwa pergerakan terbenam nya Matahari selalu lebih cepat dari Bulan)*

Nah, jarak antara Matahari dan Bulan inilah yang di hitung berapa derajat.
Prof.Thomas Djamaluddin (Eks peneliti senior LAPAN, kini BRIN), juga NU, MABIMS ( Lembaga Rukyatul Hilal Malaysia,Brunei, Indonesia, Singapore) menetapkan posisi Matahari yang terbenam dengan Bulan yang belum menyentuh Horizon di ketinggian 3°

Matahari yang terbenam di Horizon,akan menyinari sebagian dari Bulan yang masih di atas Horizon. Cahaya Matahari akan mengenai bagian bawah bulan, tidak menyinari secara penuh Bulan. Untuk itu, yang terlihat oleh mata telanjang adalah bentuk *bulan sabit* 🌙

Ketebalan bentuk bulan sabit ini yang di klaim oleh stake holder di atas,akan terlihat jelas di posisi ketinggian 3° antara matahari yang terbenam dan bulan yang masih di atas Horizon, menurut mereka, di bawah 3° tidak begitu terlihat bentuk bulan sabitnya.

Itu yang di sebut *Bulan Sabit Muda* atau awal 1 Syawal 1444H.

Selain itu, juga ada ketetapan lain, yaitu *Elongasi*  sebesar 6,4°.
Apa itu Elongasi? Elongasi itu jarak horizontal atau jarak matahari ke kanan atau kiri matahari dan bulan.

Kalau tinggi derajat hilal, itu jarak vertikal ( ingat kap mesin yang terbuka) kalau Elongasi, bayangkan matahari posisi lurus di depan kemudi, matahari ada di posisi 0° / horizon, dan bulan di posisi passanger (penumpang sebelah kiri) masih di atas horizon.

Jarak matahari terbenam di horizon terhadap bulan yang masih di atas horizon, namun posisi nya tidak lurus dengan pandangan mata, akan membentuk sudut segitiga ( seperti rumus Panjang x Lebar x Tinggi sebuah segitiga siku siku) garis yang miring itu yang di sebut Elongasi.

Nah hal tersebut sangat berbeda dengan yang di lakukan Muhammadiyah  yang mengandalkan Rukyatul Hisab, dimana posisi ketinggian hilal, atau jarak antara matahari yang terbenam dengan bulan yang masih di atas horizon, tidak di tentukan dengan pengamatan mata secara langsung, tapi telah di hitung bertahun tahun,ke dalam tabel algoritma.

Meskipun aktual jarak antara Matahari yang terbenam di horizon dan bulan di atas horizon hanya berjarak 1° ,itu sudah masuk tabel algoritma, terbentuk nya bulan sabit.

Jadi tabel yang cukup panjang waktu pembuatan, karena memuat data data yang tersusun sebagaimana logic sebuah komputer.

Akhirul kalam, kedua metode ini, baik yang menggunakan Rukyatul Hilal dan Hisab, dua duanya sah di lakukan, kedua nya menurut penulis ada unsur ijtihad dari ulama yang misal nya menentukan 3° dalam Rukyatul Hilal, atau menentukan tabel data yang tersusun bertahun tahun, seperti awal penetapan kalender Hijriyah oleh Khalifah Umar Ibn Khattab.

Mana yang lebih rojih, Wallahu'alam bisawab, penulis tidak punya kapasitas untuk itu, penulis hanya memaparkan kedua metode tersebut kedalam tulisan sederhana, dengan harapan di pahami kaum muslimin secara luas.

Atas segala salah dan khilaf, itu semata hanya kebodohan penulis,dalam mempelajari dan mencoba memaparkan dalam tulisan, adapun yang benar hanya datang dari Allah dan Rasulnya.


Wallahu'alam bisawab
24 April 2023
Sjamsoel Ridzal
#Dari berbagai sumber
© Copyright 2022 - INTERNATIONALEDITORIAL.COM